Opini

Menilik Pasal RUU KUHP Tentang Pemilik Ilmu Ghaib Atau Dukun Santet

Oleh: Gardyaka Erby Yudistira, S.H., M.H., M.Kn., CHRMP., CSRP.

Bagikan Ke

Halonotariat.id – Dukun adalah sesuatu hal yang sering kita dengar, namun kita juga harus tahu, meskipun sekarang sudah Generasi Alpha atau Generasi Abad 21. Stigma negatif Dukun, pada Generasi sebelumnya, harus kita lupakan seiring perkambangan jaman.

Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Dukun Ialah orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi-jampi (mantra, guna-guna, dan sebagainya).

Pada abad ke-20 dalam sejarahnya, kutipan ensiklopedi (1917) Dukun didefinisikan sebagai praktis pribumi yang memiliki segala keahlian termasuk medis. Dukun dideskripsikan sebagai profesi yang lebih didominasi perempuan dibandingkan laki-laki pada masa tersebut. Mereka terlibat di setiap kelahiran bayi, mempunyai kekuatan dan jimat untuk menangkap pencuri, bisa memijat, membuat jamu, menjadi pimpinan bersih desa, dan sebagainya. Dikatakan, definisi dukun kala itu tidak terlalu didominasi unsur magis melainkan kesehatan atau medis.

Mari kita menilik Dukun Santet didalam RUU KUHP yang baru disahkan. kita sudah tahu bahwa Dukun Santet merupakan dukun yang memiliki kemampuan menggunakan kekuatan sihir terhadap manusia dalam hal Negatif. didalam KUHP sebelumnya Wetboek van Strafrecht, tidak ada pasal yang bisa memidanakan pelaku yang dianggap melakukan tindakan Santet karena belum ada pasal yang mengikatnya. Sehingga mengakibatkan warga yang merasa menjadi korban Dukun Santet melakukan tindakan main hakim sendiri.

Di dalam  draft Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), Pasal 252 adalah mengenai mereka yang mengaku sebagai dukun santet atau memiliki ilmu gaib untuk menimbulkan penyakit. Berikut bunyi pasalnya:

Pasal 252 ayat (1) berbunyi,”Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Baca Lainnya:  Konsep Cyber Notary Terkait Permenkominfo 11 Tahun 2022

Pasal 252 ayat (2) menyatakan, “Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).”

Penjelasan Pasal 252 ayat (1) disebutkan, ketentuan tersebut bertujuan demi mencegah terjadinya main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap mereka yang mengaku memiliki kekuatan gaib serta memiliki kemampuan berbuat sesuatu yang berpotensi menimbulkan penderitaan untuk orang lain.

Rancangan Kitab Undang – undang Hukum Pidana (RKUHP) / RUU KUHP disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai undang – undang (UU) pada hari selasa tanggal 6 Desember 2022, pada sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Pemerintah melakukan beberapa upaya sosialisasi secara massif kepada Hakim, Jaksa, para penegak hukum, para dosen, advokad, serta semua penggiat di bidang Hukum agar mengenal substansi hukum didalam RUU KUHP ini.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, KUHP terbaru akan diberlakukan tiga tahun kemudian sejak disahkan. Ayo kita segera cari tahu dan pahami RUU KUHP yang baru.*

Bagikan Ke

Redaksi
the authorRedaksi
error: Dilarang Copas !!