BeritaOpiniWilayah

Peran Notaris/PPAT Cegah Mafia Tanah

Oleh: Indra Iswara, S.H., MKn.

Indra Iswara, S.H., MKn.

Bagikan Ke

Maluku, halonotariat.id – Apa itu MAFIA? Indra Iswara, SH., MKn., menjelaskannya dalam Seminar Upgrading Ilmu Kenotariatan yang diselenggarakan Pengwil Maluku INI di Swissbel,17 Januari 2022.

Kutipan penjelasannya, Dalam Wikipedia dirujuk sebagai La Cosa Nostra (Bahasa Italia); adalah panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia dan Amerika Serikat.

Mafia merupakan konfederasi yang didirikan untuk memberikan perlindungan illegal, pengorganisasian kejahatan berupa kesepakatan dan transaksi secara illegal, arbitra seperselisihan antar criminal, dan main hakim sendiri.

Konfederasi ini kerap kali terlibat dalam kegiatan perjudian, penipuan, perdagangan manusia, narkoba, pencucian uang/penggelapan dana. Mafia memiliki konotasi negative, karena sangat identik dengan Tindakan Kriminal.

Di Indonesia sendiri istilah mafia disematkan berdasarkan jenis kegiatannya. Contoh mafia sepak bola, mafia tanah, dan lain-lain.

Praktek-Praktek MAFIA TANAH
1. Kepala Desa membuat Salinan girik, membuat surat keterangan tidak sengketa, membuat surat keterangan penguasaan fisik atau membuat surat keterangan tanah lebih dari satu kepada beberapa pihak untuk bidang tanah yang sama
2. Memprovokasi masyarakat petani/penggarap untuk mengokupasi atau mengusahakan tanah secara illegal di atas perkebunan HGU baik yang akan berakhir maupun yang masih berlaku
3. Pemalsuan dokumen terkait tanah seperti kartu eigendom, Kikitir/Girik, Surat Keterangan Tanah, SK Redistribusi Tanah, Tanda Tangan Surat Ukur,
4. Merubah/ menggeser/ menghilangkan patok tanda batas tanah
5. Mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang padahal sertifikat tidak hilang dan masih dipegang oleh pemiliknya sehingga mengakibatkan beredarnya 2 (dua) sertifikat di matas bidang tanah yg sama
6. Dengan sengaja menggunakan jasa preman untuk kuasai fisik objek tanah milik orang lain yang sudah bersertifikat, memagarnya dan menggemboknya kemudian mendirikan bangunan di atasnya, dan ketika ada pengaduan dari masy pemilik tanah, mereka berdalih telah menguasai fisik tanah sejak lama
7. Menggunakan pengadilan untuk melegalkan kepemilikan atas tanah, dengan cara :
a. Melakukan gugatan rekayasa di pengadilan untuk mendapatkan hak atas tanah, padahal baik penggugat maupun tergugat adalah merupakan bagian dari kelompok mafia tersebut dan pemilik tanah yang sebenarnya tidak dilibatkan sebagai pihak
b. Membeli tanah-tanah yang sedang berperkara di pengadilan dan memberikan suap kepada penegak hukum sehingga putusan berpihak kepada kelompoknya
c. Melakukan gugatan tiada akhir, dan menimbulkan banyaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang isi putusannya bertentangan satu sama lain, sehingga putusan tersebut tidak dapat dijalankan/dieksekusi dan tanah tidak dapat dimanfaatkan
d. Melakukan gugatan tiada akhir, dan menimbulkan banyaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang isi putusannya bertentangan satu sama lain, sehingga putusan tersebut tidak dapat dijalankan/dieksekusi dan tanah tidak dapat dimanfaatkan

Jika Mafia Tanah berkonotasi kriminal dalam bidang tanah (pertanahan), apakah mungkin ada Notaris/PPAT secara sadar dan di insyaf, serta sengaja (ada niat/mensrea) dari Notaris- PPAT, untuk membuat akta yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana kejahatan di bidang pertanahan melalui akta yang dibuatnya? Jawabnya, sudah dapat dipastikan tidak.

Kalau ada oknum dari Notaris/PPAT melakukan pelanggaran/kelalaian/kekuranghatian, dalam melaksanakan tugas jabatannya, hal tersebut bukan dari mafia tanah dalam Pengertian tersebut di atas. Jadi tidak ada korelasi antara mafia tanah dengan Notaris/PPAT.

Sebagai contoh yang pernah terjadi adalah melibatkan Notaris dan PPAT:
Si A membutuhkan uang berjumlah Rp 3 milyard, pinjaman diberikan oleh si B. Lalu si A menyerahkan sertifikat hak atas tanahnya, dimana nilai tanah tersebut bernilai Rp. 8 milyard.

Baca Lainnya:  Mengenal Prinsip kehati-hatian Bagi Notaris dan PPAT

Seharusnya Notaris membuat perjanjian hutang piutang, pernyataan pengakuan hutang, dan sebagai PPAT membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan. Selanjutnya pendaftaran hak tanggungan di Kantor Pertanahan.

Tapi yang dilakukan Notaris, adalah membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli, kuasa menjual, pengosongan, dan perjanjian sewa menyewa. Contoh tadi menunjukkan bagaimana mafia tanah mempunyai relasi yang baik dengan oknum Notaris, oknum PPAT, oknum Lurah/Kepala Desa, Camat, pemda, maupun oknum Kantor Pertanahan.

Untuk itulah perlu Peranan Notaris/PPAT dalam mengatasi Problematika Mafia Tanah di Indonesia. Karena Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud UU No.2/2014 Jo. UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris. Sedangkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, diatur di dalam PP 24/2016 Jo PP 37/1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Tugas jabatan Notaris/PPAT adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku (AktaPartij). Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya.

Jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum yang berlaku. Karena Notaris/PPAT, berwenang membuat akta sepanjang dikehendaki oleh para pihak atau menurut aturan hukum wajib dibuat dalam bentuk akta otentik. (Pasal1320 BW, 38,+ UUJN, Ps 1868, 1871,1870,1871, BW) Akta Partij. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3199 K/Pdt/1994, tanggal 27 Oktober 1994, menegaskan bahwa akta otentik menurut ketentuan ex Pasal 165 HIR jo. 285 Rbg jo. 1868 BW merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak dan para ahli warisnya dan orang yang mendapat hak darinya.

Notaris/PPAT dalam menjalankan jabatannya hanya bersifat formal seperti yang disebutkan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, Putusan MA No.702K/Sip/1973. Notaris/PPAT hanya berfungsi mencatatkan/menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris/PPAT tersebut. Notaris/PPAT tidak wajib menyelidiki secara materiil hal-hal yang dikemukakan para penghadap Notaris.

Akta Notaris/PPAT tidak menjamin pihak-pihak/penghadap berkata benar. Tetapi, yang dijamin oleh akta Notaris/PPAT adalah pihak-pihak benar berkata seperti yang termuat didalam akta yang dibuatnya. Dan jika ada seseorang/Pihak, yang menyangkal terhadap kebenaran terhadap akta otentik, maka Pihak/orang yang menyangkal tersebut haruslah membuktikannya, bukan malah Notaris/PPATyang bukanlah Pihak di dalam Akta Otentik itu.

DUGAAN PELANGGARAN NOTARIS/PPAT YANG BERPOTENSI TIMBULNYA PIDANA
a. Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan. ( Pihak yg dirugikan biasanya melaporkan, bila Notaris/PPAT melakukan tipu muslihat/kebohongan yang dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP)
b. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap memberikan keterangan palsu. Bila Notaris/PPAT sengaja menuliskan yang tidak benar dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP.
c. Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Sehingga salah satu pihak dianggap memberikan keterangan palsu. Notaris/PPAT terseret selaku pihak yang membuat akta perjanjian. (Pasal 263 dan atau 266 KUHP)
d. Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta PPAT yang diterbitkan dianggap akta palsu. (bila PPAT tidak ada mens rea (niat perbuatan jahat dari seorang pelaku kejahatan) tidak dapat dijerat pidana)

Baca Lainnya:  Ratusan Takjil Gratis, Wujud Keperdulian Sosial KORAK DPC Gresik

TANGGUNG JAWAB PPAT

Secara Administrasi
Berdasarkan teori Fautes Personalles, PPAT bertanggung jawab atas pembuatan akta yang mengandung cacat hukum. Pertanggungjawaban PPAT terkait kesengajaan, kealpaan dan/atau kelalaiannya dalam pembuatan akta jual beli yang menyimpang dari syarat formil dan syarat materil dalam tata cara pembuatan akta PPAT, maka PPAT dapat dikenakan sanksi administratif.

Menurut Perka BPN 1/2006 penyimpangan terhadap syarat formil dan materil tersebut adalah termasuk pelanggaran berat oleh PPAT yang dapat dikenakan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Kepala Badan Pertanahaan Nasional Indonesia.

Dalam Pasal 62 PP No. 24 Tahun 1997, PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuanketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT. Dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yangmenderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannyaketentuanketentuan tersebut.

Pasal 6 ayat (1) Kode Etik IPPAT yakni bagi anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat dikenai sanksi berupa :
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan IPPAT;

Secara Perdata
Pertanggungjawaban PPAT terkait kesengajaan, kealpaan dan/atau kelalaiannya dalam pembuatan akta PPAT yang menyimpang dari syarat formil dan syarat materil dalam tata cara pembuatan akta PPAT, Sanksi perdata dijatuhkan kepada PPAT atas perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), yakni perbuatan yang menimbulkan kerugian, dan secara normatif perbuatan tersebut tunduk pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Berkaitan dengan pembuatan akta PPAT yang mengalami cacat hukum, yang banyak ditemukan adalah PPAT yang bersangkutan kurang begitu memperhatikan dan menerapkan secara konsisten aturan-aturan yang ada dan sebaliknya sangat jarang ditemukan adanya unsur kesengajaan untuk merugikan para pihak atau pihak ketiga.

Secara Pidana
PPAT dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai Pejabat Umum juga tidak lepas dari hukum pidana. Adanya malpraktik dalam pembuatan akta dapat menyebabkan PPAT yang bersangkutan terkena gugatan secara keperdataan pun juga tidak tertutup kemungkinan akan mendapat tuntutan pidana. PPAT dapat dikenakan sanksi pidana sewaktu-waktu berkaitan dengan dengan produk hukum yang telah dibuatnya, yaitu akta tersebut. UUJN dan PP 24/97 tidak mengatur ketentuan Pidana bagi Notaris/PPAT, hanya mangatur sanksi atas pelanggaran yang dilakuan oleh notaris/PPAT

Satu kewajiban PPAT adalah bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak. Pasal 3 huruf f Lampiran Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 112/KEP-4.1/IV/2017 tentang Pengesahan Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“Kode Etik PPAT”). Sementara dalam Pasal 55 Perkaban 1/2006, PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas dan jabatannya dalam setiap pembuatan akta.

Beberapa contoh Pelanggaran dalam AJB
Akta jual beli telah ditandatangani tetapi harga pembelian belum dibayar lunas oleh pembeli serta Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan (Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan) dan pajak atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB juga belum dibayar.

Baca Lainnya:  Wamen ATR/ Waka BPN Serahkan 55 Sertipikat di Kabupaten Bandung

Penandatanganan akta jual beli oleh penjual dan pembeli tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan di hadapan PPAT.
Akta jual beli telah ditandatangani, tapi sertifikat belum diperiksa kesesuaiannya dengan buku tanah di kantor pertanahan.
Akta ditandatangani di luar kantor PPAT dan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi. Nilai harga transaksi yang dimuat dalam akta jual beli berbeda dengan nilai transaksi yang sebenarnya Penandatanganan akta jual beli oleh para pihak dilakukan tidak dihadapan PPAT yang menandatangani akta jual beli (titipan akta).Pembuatan akta jual beli dilakukan di luar daerah kerja PPAT dan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi.

Akibat hukumnya
Akta terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang dan atau peraturan-peraturan lain. Berdasarkan Pasal 28 ayat (2) PERKABAN Nomor 1/2006 bahwa PPAT dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya. Sedangkan Pasal 26 ayat (1) UU 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang BPHTB bahwa PPAT yang membuat aktanya dikenakan sanksi administratif dan denda untuk setiap pelanggaran.

Dengan adanya celah bahwa akta otentik tersebut dapat didegradasikan menjadi akta di bawah tangan, sehingga pihak bersangkutan yang berkepentingan tersebut memiliki kemungkinan untuk memenangkan gugatannya. Dengan dinyatakanya batal demi hukum akta jual beli tanah oleh Putusan Pengadilan sebagai akibat ditemukannya cacat hukum dalam pembuatannya, pembeli yang beritikad baik dalam proses pembuatan akta jual beli tanah tersebut berhak mendapatkan perlindungan hukum oleh peraturan perundangundangan yang berlaku.

Tanggungjawab Notaris/PPAT ketika menerima Dokumen Palsu
1.Notaris/PPAT tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terkait pembuatan akta yang didasarkan pada keterangan palsu para pihak, dan tidak dapat memenuhi rumusan unsur tindak pidana pemalsuan dalam Pasal 266 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP
2.Pada hakekatnya PPAT selaku Pejabat Umum, hanyalah mengkonstatir atau merelateer atau merekam secara tertulis dan autentik dari perbuatan hukum pihak – pihak yang berkepentingan, PPAT tidak berada didalamnya, jika menerima Dokumen Palsu.
3.Oleh karena itu akta PPAT atau akta autentik tidak menjamin bahwa pihak – pihak “berkata benar” tetapi yang dijamin oleh akta autentik adalah pihak – pihak “benar berkata” seperti yang termuat di dalam akta perjanjian mereka.
4.Mengenai kebenaran perkataan mereka dihadapan PPAT seperti yang termuat di dalam akta bukan tanggung jawab PPAT
5.Sebaliknya PPAT menyatakan, bahwa para pihak benar berkata demikian, apakah yang dikatakan di dalam akta yang disampaikan kepada PPAT itu mengandung kebenaran ataukah kebohongan, hal tersebut bukan tanggung jawab PPAT.
6.PPAT hanya mencatat apa yang dikatakan oleh para pihak yang menghadap PPAT, apabila yang dikatakan itu tidak benar atau mengandung kebohongan dan kepalsuan status akta tersebut tetap asli, bukan palsu, yang tidak sah atau yang palsu dan bohong itu adalah keterangan para pihak yang disampaikan kepada PPAT yang selanjutnya dituangkan dan dimuat dalam akta. (Red)

Bagikan Ke

admin
the authoradmin
error: Dilarang Copas !!