Opini

JERAT HUKUM PPH ATAS TANAH BANGUNAN DI LINGKUNGAN PROFESI PPAT

Oleh : Basuki Widodo

Pimpinan Pendiri lembaga Indonesian Tax Care (INTAC)

Bagikan Ke

halonotariat.id – Berdasarkan PPh Pasal 4 (2) Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008, atas penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, harus di potong pajak bersifat final. Selanjutnya PMK 261/PMK.03/2016 mengatur Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) atau Bendaharawan Pemerintah wajib memungut dan menyetorkan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima penjual dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan ke Kas Negara.

Lembaga Indonesian Tax Care (INTAC) menemukan kasus, seorang Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT). Sebut saja berinisal S, yang diperiksa penyidik pajak karena PPh yang telah dipungut, tidak disetorkan ke Kas Negara.

S diperiksa terkait setoran Pasal 4 ayat (2) atas PPh Tanah dan Bangunan tahun pajak 2015, 2016 dan 2017. Hal ini berawal dari perusahaan developer saat melaporkan SPT Tahunan. Developer tersebut kebetulan menggunakan S sebagai PPAT. Dari pengecekan petugas Kantor Pelayanan Pajak (KPP), ternyata diketahui PPh atas penjualan tanah dan bangunan developer tersebut, belum disetorkan ke negara oleh S. Hal ini memunculkan kecurigaan KPP untuk menaikan kasus ini ke penyidikan pajak.

Akhirnya kasus ini ditangani Kanwil dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan atas PPAT S. Dari Berita Acara Perolehan Data Elektronik terbukti PPh Pasal 4 Ayat (2) atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan S, banyak yang belum disetor. Bahkan bukan hanya atas nama perusahaan, tapi juga pengalihan tanah bangunan yang pemiliknya atas nama orang pribadi.

Hal ini membuat S heran. Karena S merasa pajaknya telah disetorkan ke Kas Negara dan telah selesai. Bahkan S telah mendapatkan bukti validasi dari KPP terkait pengurusan Akte Balik Nama. Karena tanpa bukti validasi sah dari kantor pajak, pembuatan Akte Balik Nama tidak dapat diurus. Terbukti Akte Balik Nama telah selesai.

Baca Lainnya:  Notaris Dalam Perkara Perdata dan Pidana

Dari penelusuran, ternyata diketahui bahwa pajak yang tidak disetorkan tersebut dilakukan oleh petugas freelance yang ditunjuk S untuk mengurus setoran pajak tersebut. Petugas freelance ini telah mengaku dan hanya menyetorkan sekitar 5% saja, dari total pajak yang seharusnya dibayarkan ke negara.

S telah menyerahkan data, termasuk identitas dari petugas freelance ini ke Pemeriksa Bukti Permulaan. Namun semua ditolak Pemeriksa Bukti Permulaan dan tetap meminta S untuk mempertanggungjawabkan atas kekurangan pajaknya.Pada akhirnya kasus ini tidak ada keputusan jelas dan sempat vakum. Pemeriksa Bukti Permulaan tidak membuat Laporan Hasil Pemerksaan.

Kasus ini diungkap kembali sekitar 2 tahun kemudian. Oknum Pemeriksa Bukti Permulaan memanggil S dan meminta untuk membayarkan pajak yang tidak disetor, ditambah denda 150%. Dan bila tidak melunasi, maka S akan dinaikan kasusnya ke tahap penyidikan.

Hal ini membuat S sangat ketakutan, bahkan depresi berat. S tidak punya uang sebanyak itu, terlebih kondisi covid saat ini. S merasa tidak bersalah tapi tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak tahu bagaimana harus melakukan pembelaan. Oknum pemeriksa sangat arogan dan dengan seenaknya menekan bahkan membentak-bentak S. Oknum pemeriksa hanya memberikan pilihan, membayar pajak yang kurang, ditambah denda 150% atau kasus ini di naikan ke penyidikan.

PPAT itupun mengalami depresi berat karena kasus ini akan dinaikan ke penyidikan. Rasa takut ini ditambah dengan rasa khawatir bila profesi sebagai notaris akan dicabut. Belum lagi dari pengusaha developer yang meminta kembali, pajak yang telah dipotongnya.

Penelusuran INTAC

Dari kasus ini INTAC melakukan penelusuran dan pendalaman dengan mewawancarai beberapa notaris, pegawai dan orang yang ada di lingkungan notaris. Ternyata kasus ini sudah lama terjadi dan merupakan kasus klasik. Termasuk pajak atas BPHTB.

Baca Lainnya:  Disangka Intervensi, Kuasa Hukum EBP Akan Melaporkan Adanya Dugaan Tindak Pidana

Menurut beberapa narasumber, banyak notaris yang terkena dan mereka tidak berdaya. Bahkan ada yang kena lebih dari sekali.

Seorang notaris bercerita, pernah suatu kali KPP memanggil notaris-notaris yang terkena kasus seperti ini, termasuk dirinya. Yang dipanggil ternyata cukup banyak, menjadikan ruang kepala kantor pajak menjadi penuh oleh Notaris. Tapi anehnya tidak satupun dari notaris tersebut yang bercerita atau mencurahkan kasusnya di grup atau ke sesama profesi notaris.

Tidak mudah meminta keterangan para notaris. Mereka sangat takut karena akan menimbulkan citra buruk bagi reputasi sekaligus ketidak percayaan klien mereka. Seberat apapun kasus yang mereka hadapi, mereka akan selesaikan sendiri. Padahal mereka tidak tahu bagaimana cara mengatasi masalah ini. Tentu saja pada akhirnya kasus ini banyak yang diselesaikan melalui jalur “damai”.

Para pemeriksa bukti permulaan sulit menaikan notaris ke penyidikan karena memang kenyataanya kebanyakan notaris tidak melakukan penggelapan pajak. Mereka tidak bisa dijadikan tersangka, apalagi mengarah pada tindak pidana. Tapi para oknum pemeriksa lebih melihat bahwa kasus ini memiliki peluang untuk dijadikan uang. Mereka enggan untuk menaikan para oknum yang menggelapkan uang pajak tersebut. Mungkin karena akan merepotkan dan tidak menghasilkan apa-apa.

Beberapa notaris mengatakan, ada beberapa oknum notaris yang nakal dan berani melakukan kecurangan itu. Hanya sedikit jumlahnya. Umumnya oknum tersebut dilakukan oleh orang sekeliling notaris. Bisa dari internal, seperti pegawai. Bisa juga dari luar, seperti freelance yang ditunjuk PPAT.

Dari narasumber ternyata para pegawai PPAT atau orang yang mengurus validasi, seringkali dipersulit saat pemberkasan. Oknum petugas pajak seringkali mencari-cari kesalahan dan meminta berkas yang selalu kurang, untuk mendapatkan bukti validasi. Padahal tanpa bukti validasi, seorang notaris/PPAT tidak akan bisa membuat akte balik nama.

Baca Lainnya:  YANG KALAH MESTI RESEK

Para pegawai atau orang yang mengurus berkas ini, bisa sampai 7 kali bolak balik memenuhi persyarakatan validasi. Hal ini seringkali membuat frustasi. Pada akhirnya mereka sering didatangi oknum yang ada di kantor pajak untuk membantu pengurusannya. Anehnya setelah dibantu, bukti syah validasi langsung disetujui.

Atas kasus ini bukan hanya profesi notaris/PPAT yang dirugikan, tapi juga negara karena uang pajak telah diselewengkan para oknum. Para notaris menjadi ajang pemerasan para oknum pemeriksa pajak. Oleh karena itu, kasus ini harus diungkap.

Hal ini tidak bisa dibiarkan terus menerus dan nama baik profesi para notaris harus dibersihkan. INTAC siap untuk melakukan pembelaan dan perlindungan kepada para Notaris PPAT. Siapapun para oknum, yang selama ini melakukan penggelapan dari pajak yang telah dipotong notaris/PPAT harus ditindak.

Penulis : Pimpinan dan pendiri lembaga Indonesian Tax Care (INTAC).

INTAC merupakan lembaga independent khusus pajak, yang mengakar pada masyarakat, yang memperjuangkan sistem pajak dan melindungi hak-hak pajak masyarakat.

Bagikan Ke

Redaksi
the authorRedaksi
error: Dilarang Copas !!