Surabaya, halonotariat.id – Perhitungan dan penetapan besaran tarif pajak jual beli tanah dirasakan tidak adil bagi penjual maupun pembeli. Sebab perhitungan dan penetapan besarnya didasarkan atas harga pasar dan bukan atas dasar Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Penggunaan harga pasar tersebut tidak memiliki dasar kewenangan yang jelas, serta tidak transparan, yang semata-mata hanya mempertimbangkan kepentingan pendapatan asli daerah, tanpa mempertimbangkan beban pajak penjual (PPh) dan pembeli (BPHTB).
Berdasarkan hasil analisis permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian disertasi Dr. Adam Pramana Putra S.H., M.Kn, dapat dikemukakan temuan terkait dengan perhitungan dan penetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB dan Pajak Penghasilan (PPh) yang selama ini didasarkan atas harga pasar, kurang memberikan rasa keadilan bagi penjual maupun pembeli.
Sebab penetapan harga pasar tidak dilakukan secara transparan, para pihak, dalam hal ini penjual dan pembeli, termasuk Notaris/PPAT tidak dilibatkan dalam perhitungan dan penetapan harga pasar tersebut.
Perhitungan dan penetapan BPHTB dan PPh berdasarkan harga pasar memang cukup relaistis, namun hendaknya dilakukan secara adil dengan membentuk tim perhitungan dan penetapan harga pasar yang melibatkan pemerintah yang diwakili Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau siapapun yang mewakili, pihak apraisal, dan Notaris/PPAT dengan berpedoman pada harga pasar tanah saat dilakukannya perhitungan dan penetapan BPHTB dan PPh.
Di samping itu, ungkapnya (1/11), “dalam perhitungan dan penetapan harga pasar hendaknya tidak menggunakan sistem zonasi, yang tidak memperhatikan letak dan posisi tanah. Asalkan dalam satu zonasi yang sama, maka diperlakukan sama”.
Seharusnya perhitungan dan penetapan harga pasar menggunakan kluster tanah atau kelas tanah, sehingga letak tanah harus diperhitungkan secara detail untuk menentukan nilai jual tanah tersebut. Letak tanah yang berada jauh dari jalan raya dan atau lokasi strategis atau kegiatan bisnis, meskipun dalam satu zonasi, perhitungan dan penetapan harga tanahnya hendaknya dibedakan dengan tanah yang lokasi atau letaknya jauh dari jalan raya dan atau pusat kegiatan ekonomi atau kegiatan bisnis.
Penjual dan Pembeli secara normative memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum apabila perhitungan dan penetapa tarif pajak penjualan dirasakan memberatkan. Upaya hukum tersebut dapat dilakukan dengan upaya adminsitratif dengan cara melakukan keberatan dan banding administrative.
Apabila upaya tersebut belum memberikan kepuasan, Dr. Adam berpendapat,” wajib pajak dapat menempuh proses litigasi dengan berperkara ke Pengadilan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, yang berpuncak ke Mahkamah Agung”. (Den/red)