Mojokerto, halonotariat.id – Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ATR/BPN RI Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertifikat Elektronik pada tanggal 12 Januari 2021 lalu, tidak serta merta memberikan kemudahan.
Fahri Yamani, SH, MKn., salah satu Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah (MP2D) Kab. Mojokerto, mengungkapkan,” Kemudahan tekhnologi di jaman serba digital ini, tidak sertamerta memberi kemudahan dalam menjalankan jabatan PPAT”. Dirinya menceritakan kepada halonotariat, apa yang sudah dialaminya terkait pelayanan elektronik yang sudah ada dan sudah diterapkan. Baik dalam menjalankan Jabatan Notaris maupun PPAT, ujung-ujungnya masih memerlukan penyelesaian secara manual.
Dicontohkannya mengenai pelayanan Hak Tanggungan elektronik (HT-el), masih belum 100% data pengecekan mengakomodir setiap permohonan yang dilakukan dalam praktek dan penerapan pelayanan elektronik sebelumnya.
Menelaah mengenai pemohon dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, Fahri menjelaskan bahwa masyarakat atau para pihak yang menghadap kepada Notaris/PPAT, kebanyakan mempercayakan segala kepengurusannya. Padahal tugas pokok Notaris/PPAT hanya membuat akta otentik saja. Dan disinilah terkadang Notaris/PPAT sering terjebak, jika dikemudian hari akta yang dibuatnya sampai bermasalah dan menimbulkan perkara, maka seringkali Notaris/PPAT diseret-seret keranah pidana karena turut serta.
Jika dikaitkan dengan Permen e-sertifikat, telah dijelaskan didalam pasal 3 ayat 2, bahwa data, informasi elektronik dan/atau Dokumen elektronik merupakan data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah yang valid dan terjaga autentiknya.
“Lalu Siapa yang bertanggungjawab mengenai validasi identitas para pihak data pemegang hak, data fisik dan data yuridis bidang tanah, jika pelaksanaan pendaftaran online oleh PPAT?”, tanya pria yang semasa kuliahnya pernah dibimbing Prof. Machfud MD ini.
Selaku pejabat umum, dirinya tidak bisa memastikan data-data yang diberikan dari para pihak nantinya benar-benar asli dan sudah tervalidasi. Diakuinya Notaris/PPAT sampai saat ini belum bisa mengakses validasi dengan instansi-instansi terkait secara online. Sementara ini yang bisa melakukan kerjasama pengecekan data hanyalah instansi dengan instansi terkait bukan pejabat umum dengan Instansi.
Dengan demikian menurutnya sistem pendaftaran elektronik akan menjadi masalah baru PPAT dalam hal kevalidan data agar terjaga autentiknya.Dimana di jaman serba teknologi ini, banyak dokumen yang begitu mudah dapat dipalsukan. Dan jika dikemudian hari ternyata terbukti ada ketidak asliannya, maka akan menimbulkan permasalahan dan merugikan semua pihak termasuk PPAT itu sendiri. (DN)