Malang, halonotariat.id – Promovendus Arini Jauharoh, S.H., M.Kn., memaparkan hasil penelitian terkait isu kekosongan hukum mengenai penerapan cyber notary di Indonesia dalam sidang ujian terbuka disertasi Program Studi Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB), yang digelar pada Kamis (16/1/2025). Dengan Judul Disertasi: Kelembagaan Cyber Notary Yang Berkepastian Hukum
Sidang ujian tersebut dihadiri oleh tiga promotor, Prof. Dr. Suhariningsih, S.H., SU (Promotor), Dr. Bambang Sugiri, S.H., M.S. (Co-Promotor I), dan Dr. Amelia Srikusumadewi, S.H., M.Kn. (Co-Promotor II). Selain itu, ada empat penguji yakni Prof. Dr. Sukarmi, S.H., M.Hum. (Penguji I), Dr. Budi Santoso, S.H., LL.M. (Penguji II), Dr. Reka Dewantara, S.H., M.H. (Penguji III), serta Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. (Penguji Tamu).
Di hadapan para promotor dan penguji dalam sidang yang berlangsung di Auditorium Gedung A lantai 6, Kampus FH UB itu, Promovendus yang juga menjabat ketua Pengurus Daerah (Pengda) Malang Raya Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Ketua Pengda Kabupaten Malang Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) itu, memaparkan latar belakang penelitiannya.
Berangkat dari masalah kekosongan hukum mengenai cyber notary, kekosongan hukum itu, jelasnya, berbeda dengan tidak adanya hukum. Kekosongan hukum terjadi karena hukum yang ada belum mampu mengakomodasi kebutuhan teknologi modern. Meski Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) telah berlaku hingga saat ini.
Menurut Arini masih terdapat hambatan dalam penerapannya. Salah satu hambatan terbesar adalah tafsir asas Latin Tabellionis Officum Fideliter Exercebo, yang berarti “notaris bekerja secara tradisional.”
Asas ini, yang menurut promovendus ini menjadi landasan kuat dalam praktik notaris di Indonesia. Sekaligus, memerlukan reinterpretasi agar sejalan dengan kebutuhan zaman yang serba digital.
Arini menegaskan pentingnya regulasi yang mendukung penerapan teknologi seperti tanda tangan elektronik, teknologi pengenalan wajah, hingga sidik jari untuk otentikasi dokumen.
Dalam Sidang yang berlangsung selama kurang lebih 120 menit, para penguji melontarkan berbagai pertanyaan-pertanyaan kritis.
Salah satunya Pertanyaan dari Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum., yang menyoroti tantangan implementasi cyber notary. “Bagaimana suasana cyber notary yang digambarkan oleh para notaris di Indonesia? Apakah prosesnya justru akan memakan waktu lebih lama dibandingkan sistem manual saat ini?” tanyanya.
Arini menjawab dengan bijak bahwa keberhasilan penerapan cyber notary memerlukan regulasi yang jelas sebelum aplikasinya dapat diterapkan. Menurut dia, percuma menerapkan teknologi canggih jika tidak didukung dengan aturan yang komprehensif dan penafsiran asas yang sesuai.
Lalu Dr. Sukarmi, selaku Penguji I, menanggapi mengenai perspektif internasional dengan membandingkan penerapan e-notary di negara-negara Eropa Utara, seperti Estonia.
Ia menekankan bahwa transformasi ke arah cyber notary tidak berarti menghilangkan nilai tradisional yang telah lama dipegang oleh para notaris.
Sementara itu, Dr. Budi Santoso menyoroti pentingnya harmonisasi perundang-undangan untuk menciptakan kelembagaan cyber notary yang solid. Menurutnya, tanpa harmonisasi, inovasi ini sulit untuk diimplementasikan.
Dalam disertasinya, Arini menyampaikan 18 usulan terkait penerapan cyber notary di Indonesia. Beberapa di antaranya mencakup pengembangan regulasi yang mendukung tanda tangan elektronik, penerapan teknologi pengenalan wajah dan sidik jari, penyelarasan asas Tabellionis Officum Fideliter Exercebo dengan era digital. Serta, harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk mendukung keberadaan cyber notary.
Dirinya menekankan pentingnya edukasi dan pelatihan bagi para notaris. Agar, dapat mengadaptasi perubahan teknologi ini tanpa kehilangan nilai-nilai tradisional yang menjadi dasar profesi mereka.
Sidang diakhiri dengan pengumuman kelulusan Arini sebagai Doktor Ilmu Hukum ke-610 di Universitas Brawijaya. “Dengan kemampuan promovendus dalam mempertahankan disertasi di depan majelis penguji, maka saudara dinyatakan lulus,” ujar Prof. Dr. Suhariningsih, S.H., SU, selaku Ketua Dewan Penguji.
Momen haru pun menyelimuti ruangan saat Arini menerima ucapan selamat dari keluarga, rekan, dan sahabat. Lagu kebangsaan “Padamu Negeri” mengiringi prosesi peresmian gelar barunya tersebut.
Dalam pidatonya, Arini menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan, keluarga, dan semua pihak yang telah mendukung perjalanan akademiknya selama enam tahun terakhir.
“Terima kasih atas dukungan dan kesabaran semua pihak hingga saya bisa menyelesaikan disertasi saya saat ini. Saya berharap penelitian ini dapat membawa perubahan nyata bagi dunia notaris di Indonesia,” ujarnya.
Dengan gelar Doktor Ilmu Hukum yang kini disandangnya saat ini, Arini Jauharoh berkomitmen melanjutkan perjuangan untuk merealisasikan cyber notary sebagai solusi modern dalam dunia notaris di Indonesia.
Cyber notary menurutnya bukan hanya sebuah konsep, melainkan langkah konkret menuju transformasi digital yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Diakhir pidatonya, Arini berpesan inspiratif kepada mahasiswa dan generasi generasi muda, “Menggali ilmu itu tidak hanya begini saja, tetapi sampai pada titik akhir. Jadi tetap semangat untuk melakukan perjalanan keilmuan selanjutnya,” tutupnya. (*red)