Jakarta, halonotariat.id – Kisruh penyelenggaraan Kongres Ikatan Notaris Indonesia menerobos ruang publik, hal itu ditandai dengan Komisi III DPR RI memberikan perhatian khusus dengan menggelar 2 (dua) kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Bahkan seyogyanya akan digelar RDPU ketiga dengan agenda mempertemukan PP. INI, seluruh Pengurus Wilayah INI dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham pada 21 Juni 2023, namun agenda tersebut dinyatakan ditunda.
Saat konferensi pers ditengah jalannya “Seminar Nasional tentang Bedah Kasus Putusan Kasasi Mahkamah Agung Terhadap Dugaan Pemalsuan Akta Jual Beli Saham Yang Dibuat Oleh Notaris” yang diselenggarakan PP INI di Balai Sudirman (21/6), Ketua Umum PP INI Yualita Widyadhari, SH., M.Kn., menegaskan, “Alhamdulillah saya dikeliling Ketua Bidang yang amanah dan hebat, sehingga acara Seminar Nasional yang sudah diagendakan dalam program kerja 1 tahun tetap terlaksana, kami-(PP. INI-red) kami ingin anggota kita kedepan harus lebih jaya daripada zaman kita-(PP. INI Periode sekarang-red), salah satu tugas INI sebagai satu-satunya wadah organisasi notaris, kalau bukan kita siapa lagi yang berbuat untuk notaris Indonesia”.
Kepengurusan INI periode kami, imbuh Yualita, berakhir setelah kongres yang akan diselenggarakan pada Agustus 2023 secara e-voting nasional. Dengan begitu penyelenggaraan Seminar Nasional ini merupakan wujud eksistensi PP INI bahwa kita tetap melayani anggota, dalam kesempatan ini juga saya mengharapkan kepada rekan-rekan notaris tetap melayani masyarakat untuk selalu menjaga kepercayaan masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Dewan Kehormatan Dr. Pieter E. Latumetten, SH., MH., menambahkan, “Kalau ada yang menyatakan PP INI sudah expired itu Pengadilan saja yang membuktikan, karena Pasal 82 ayat 2 UUJN secara eksplisit menyatakan Pengurus dan DKP INI berakhir efektif setelah serah terima Pengurus lama ke Pengurus yang baru, tidak ada kata demisioner, jika kita komitmen dengan kata demisioner maka PP, Pengwil dan Pengda semua dinyatakan ‘Almarhum’ dan harus diserahkan kepada pengadilan, “tuturnya.
Ketua Umum bukan segala-galanya, tambah Pieter, Ketum hanyalah jabatan pengabdian, sehingga tidak perlu diperebutkan. Selain itu surat Ditjen AHU turun tidak serta-merta itu-(keputusan) Rembug Nasional kesepakatan antara PP INI dengan Pengwil, bahwa sepakat kita serahkan kepada Kemenkumham. Jika surat Ditjen AHU perlu disesuaikan maka Keputusan Diluar Kongres (KDK) jadi sarana untuk diambil kesepakatan bersama.
“Mengutip anggota DPR RI yang menyatakan bahwa E-voting nasional adalah role model bagi Indonesia, tentu sebagai anggota INI mendukung pelaksanaan tersebut. Bahkan ada salah satu anggota di Papua yang telphone saya menyambut baik diadakan e-voting nasional sebagai wujud kedaulatan anggota yang tidak memberatkan anggota dalam mengikuti kongres,” ucapnya.
Mantan Hakim Agung Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun, SH., MH., menuturkan, “INI adalah satu-satunya wadah profesi notaris, kalau saya katakan satu-satunya yang solid sampai hari ini dan karenanya saya sebagai warga negara indonesia mengharapakan INI tetap solid, sehingga panduan dalam pembinaan dan perlindungan anggota notaris dalam satu wadah bernama INI,” harapnya.
Kalau INI terpecah jadi beberapa kelompok, tambah Gayus, maka hal itu akan menjadi kerugian besar bagi negara. Oleh karenanya, lembaga normatif tertinggi bagi organisasi adalah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Jadi Kementerian sebenarnya hanyalah ‘supporting’ atau pemerintah memberikan dukungan terhadap profesi yang sangat diperlukan ini. Jika saja notaris melakukan mogok nasional bersama dalam 1 hari saja, tentu akan berakibat pada penghentian roda organisasi yang massif.
“Apabila didasarkan pada konstitusi, maka kebebasan berserikat akan menjadi celah terjadinya multi bar, akan tetapi berserikat dan tidak berserikat timbul dari niat baik atau tidaknya. Jadi tidak semuanya harus dipecah belah atas dasar kebebasan berserikat tadi, sehingga DPR harus memandang kebebasan dengan pengertian yang sangat luas. Kedudukan DPR dan Pemerintah sebenarnya hanyalah fasilitator saja, justru mengarahkan kepada kepentingan bersama yakni persatuan, jadi internal yang berhak menyelesaikan, sehingga DPR dan Pemerintah tidak perlu ikut mengatur, tegasnya. (ANR)