Surabaya, halonotariat.id – Tuduhan tersangka terhadap salah satu Emeritus Notaris Surabaya, Wahyudi Suyanto, akhirnya terbantahkan melalui putusan Pra peradilan nomor: 128/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL. di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 3 Januari 2025 lalu, namun masih menyisakan sejarah kelam bagi ex. Notaris Surabaya tersebut.
Saat bertandang ke Kantor hukumnya di Jl. Embong Sawo Surabaya, Wahyudi Suyanto menceritakan kepada awak media (24/6/2025), awal mula permasalahan yang menimpanya, hingga di tetapkan menjadi tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dirtipidum Bareskrim Polri) dan sempat mendekam ±24 hari di Jakarta.
Dimasa Pensiunnya selaku Notaris yang usianya sudah menginjak lebih dari 70th, Wahyudi Suyanto masih harus menyimpan persoalan sertifikat yang tengah disengketakan antara Budi Said dan Gustiansyah D. Kameron.
Bermula sejak 29 maret 2005, Wahyudi Suyanto membuat Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) no.144, antara Gustiansyah D. Kameron (Penjual) dengan Budi Said (Pembeli) dengan objek Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) no.991/Kenjeran Surabaya. Keduanya sepakat menitipkan SHGB tersebut kepada Wahyudi Suyanto selaku pihak yang netral, dengan tujuan agar penjual tidak dapat menjual lagi ke pihak lain, demikian juga pembeli tidak dapat menyalahgunakan apabila ada padanya.
Sementara SHGB tersebut masih atasnama PT. Jawa Nusa Wahana (PT.JNW), yang di beli Gustiansyah sejak tahun 1997 berdasarkan PPJB no.230 yang di buat Ratna Dewi Widjaja, S.H.
Tetapi 19 tahun kemudian (Sejak Gustiansyah membeli) atau 11 tahun kemudian (sejak Gustiansyah menjual kepada Budi Said), hadir PT. Citra Marga Nusaphala (PT.CMNP) yang mengaku sebagai pemilik objek PPJB dengan mengatakan bahwa Gustiansyah hanyalah pihak yang dipinjam namanya saja (Nominee) dan atas klaim tersebut melahirkan 2 (dua) putusan pengadilan yang berbeda (bertolak belakang), yaitu:
1. Putusan PN Surabaya no.395/Pdt.G/2016/PN.Sby (Penggugat PT.CMNP) yang menyatakan Akta PPJB no.230 dan Akta Kuasa no.231 tahun 1997 sah menurut hukum. Lalu Akta PPJB no.144 tahun 2025 dan akta turunan/ikutannya sah dan mengikat menurut hukum. Kemudian dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Surabaya no.440/Pdt/2017/PT.Sby dan Mahkamah Agung RI no.3454 K/Pdt/2018.
2. Putusan PN Surabaya no.1174/Pdt.G/2019/PN.Sby (Penggugat Gustiansyah) menyatakan PPJB no.144 tahun 2005 tidak terlaksana sebagaimana mestinya selama 14tahun dinyatakan tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukum, sehingga mengembalikan hak masing-masing seolah-olah tidak pernah terjadi PPJB no.144 tahun 2005, serta memerintahkan Budi Said menerima uang muka dari Gustiansyah. Dan putusan ini dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Surabaya no.802/Pdt/2020/PT.Sby, MARI no.241 K/Pdt/2022, MARI no.1236 PK/Pdt/2022).
Dari kedua putusan tersebut peradilan mungkin lupa atau mungkin tidak mengenal “ne bis in idem“, asas hukum yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh diadili dua kali untuk perbuatan/perkara yang sama. Namun faktanya nomor perkara 395/Pdt.G/2016/PN.Sby dan no.1174/Pdt.G/2019/PN.Sby disidangkan hingga Kasasi bahkan PK (Peninjauan Kembali) tetap diputus dan menghasilkan keputusan.
Setelah putusan masing-masing perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), pihak Pembeli (Budi Said) dengan nomor perkara 395/Pdt.G/2016/PN.Sby, dan Penjual (Gustiansyah) dengan nomor perkara 1174/Pdt.G/2019/PN.Sby, mengajukan permohonan annmaning melalui PN Surabaya, agar Wahyudi Suyanto menyerahkan SHGB asli. Namun dirinya bingung menyerahkan ke pihak yang mana? Budi Said atau Gustiansyah?.
“Ada 3 alasan hukum yang melatar belakangi saya, belum menyerahkan asli SHGB secara sukarela, baik kepada Budi Said maupun Gustiansyah” papar Wahyudi Suyanto.
1. Belum ada permintaan pelaksanaan eksekusi riil, baik dari Budi Said maupun Gustiansyah kepada PN Surabaya.
2. Belum ada perintah pelaksanaan eksekusi riil dari PN Surabaya.
3. Terdapat 2 (dua) putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), yaitu:
– Putusan no.395/Pdt.G/2016/PN.Sby, menyatakan PPJB no.144 tahun 2005 sah menurut hukum.
– Putusan no.1174/Pdt.G/2019/PN.Sby, menyatakan PPJB no.144 tahun 2005 yang tidak terlaksana selama 14 tahun harus dinyatakan tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukum.
“Dengan adanya 2 putusan tersebut, membawa dampak hukum kepada saya. Apakah SHGB Asli itu diserahkan kepada Budi Said atau Gustiansyah?,” terangnya bingung.
Dari polemik tersebut, Wahyudi Suyanto berusaha untuk mencari solusi kemana SHGB Asli harus diserahkan?, sementara pada tanggal 24 Nopember 2019 dirinya purna tugas sebagai notaris, namun tidak ada perintah dalam Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) untuk menyerahkan kepada pemegang protokol Notaris.
Lalu pada tanggal 20 Mei 2024, dirinya berkirim surat kepada Ketua PN Surabaya, terlampir 4 tindasan semua unsur terkait, dengan harapan Ketua PN Surabaya dapatt menerima Asli SHGB tersebut.
Kemudian pada tanggal 5 Juli 2024, Wahyudi Suyanto berkirim surat kepada Ketua PN Surabaya, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, (terlampir 5) dengan tindasan pada semua unsur terkait.
Pada tanggal 26 Juli 2024, penyidik datang ke Surabaya dan melakukan penyitaan, terhadap SHGB Asli dari tangannya dan selama ini tidak pernah berpindah ke tangan pihak manapun juga, serta tetap tertulis atas nama PT. JNW seperti pada waktu dirinya menerima.
Tidak berhenti disitu, dirinyapun pada tanggal 5 Agustus 2024, berkirim surat pada Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya (terlampir 6) dengan tindasan pada semua unsur terkait.
Namun balasan yang diterima Wahyudi tidak sesuai harapan. Dirinya menerima surat panggilan dari Dirtipidum Bareskrim Polri tertanggal 26 Agustus 2024 dengan menetapkannya sebagai tersangka.
Diketahui Gustiansyah melalui kuasa hukumnya membuat laporan dan menempatkan Wahyudi Suyanto sebagai tersangka atas penipuan (378 KUHP) dan Penggelapan (372 KUHP).
Tak terima dengan penetapan atas dirinya sebagai Tersangka, Wahyudi Suyanto melalui Kuasa Hukumnya melakukan gugatan Praperadilan terhadap tindakan yang dilakukan Bareskrim Polri, terigister dengan Nomor: 128/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL. di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Alhasil, putusan hakim Pra Pengadilan menyatakan bahwa Bareskrim Polri tidak mengindahkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dan melangkahi kewenangan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Wilayah Jawa Timur dalam menetapkan status tersangka kepada sang emeritus notaris.
Putusan ini juga menegaskan bahwa proses hukum yang diambil oleh pihak kepolisian dalam penetapan tersangka terhadap Wahyudi dianggap tidak sah. Hakim menilai bahwa Bareskrim tidak mengikuti prosedur hukum yang benar dengan mengabaikan kewenangan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) yang seharusnya berperan dalam pengawasan etik notaris.
Lebih lanjut, dalam putusan tersebut, Hakim Tunggal Imelda Herawati Dewi menilai bahwa penyitaan terhadap SHGB Asli No. 991/Kelurahan Kenjeran Surabaya, yang sebelumnya menjadi objek sengketa antara Budi Said, Gustiansyah D. Kameron, dan PT CMNP dalam perkara-perkara perdata sebelumnya, dinyatakan tidak sah dan memerintahkan agar SHGB tersebut dikembalikan kepada Wahyudi Suyanto, sebagai akibat dari penyitaan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Putusan ini memberikan angin segar bagi Wahyudi Suyanto yang sejak lama terjerat dalam proses hukum yang kontroversial terkait status tersangka dan penyitaan sertifikat tersebut. Namun dirinya tidak berharap untuk menyimpan kembali SHGB Asli yang menjadikannya Tersangka. Bahkan dirinya bersurat kepada kedua belah pihak yang bersengketa tersebut (Budi Said dan Gustiansyah D. Kameron), bahwa SHGB Asli saat ini tetap berada di Bareskrim Polri. (den/red)