Halonotariat.id – Di Dalam Praktik Sebagai Notaris, Ada Pertanyaan Yang Menggelitik Dan Penting Untuk Dipelajari Bersama Dalam Membuat Akta Atas Permintaan Para Pihak.
Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN-P) Nomor 2 Tahun 2014, berwenang membuat akta autentik.
Bila Dibaca Dan Dipahami, Wewenang Notaris Adalah Membuat Akta Autentik, Memberikan Grosse, Memberikan Salinan Kepada Para Pihak, Bukan Kepada Orang Atau Pihak Lain.
Dalam praktik sering terjadi atas kesepakatan para pihak dengan alasan tertentu dan kehendak para pihak, mereka menginginkan akta yang sudah mereka buat tersebut untuk dibatalkan.
Manakala Undang-undang Hendak Menyatakan Tidak Adanya Akibat Hukum, Maka Dinyatakan Dengan Istilah Yang Sederhana “Batal”, Tetapi Adakalanya Menggunakan Istilah “Batal Dan Tak Berhargalah” (Pasal 879 KUH Perdata) Atau “Tidak Mempunyai Kekuatan” (Pasal 1335 KUH Perdata).
Dalam Hal Obyek Perjanjian Berkaitan Dengan Tanah, Maka Notaris Meneliti Dan Membaca Secara Cermat Atas Apa Yang Diatur Dalam Ketentuan Pasal 39 PP 24 Tahun 1997, Hal Itu Seharusnya Dipatuhi Jika Akan Melaksanakan Jual Beli Atau Peralihan Hak Atas Tanah Selaku PPAT.
Dalam Hal Ini Notaris Tidak Dalam Jabatan Selaku PPAT Tetapi Sebagai Notaris. Apakah Dengan Demikian Pun Atau Baru Akan Dibuatkan Akta PPJB Maupun Kuasa Jual Ada Keharusan Notaris Mengecek Keaslian Sertifikat Tersebut Ke Kantor Pertanahan Sebelum Membuat Akta PPJB Dan Kuasa Jual?
KRIMINALISASI TERHADAP NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA
Wewenang, dan tanggung jawab seorang notaris, di dalam pembuatan alat bukti tertulis, yang bersifat otentik mengenai sesuatu peristiwa, atau perbuatan hukum, yang berguna bagi penyelenggaraan negara, maupun kegiatan masyarakat. (lihat Pasal 15 UUJN)
Atas pemikiran tersebut juga diberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat dan menjamin kebenaran sebuah akta yang menjadi alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan yang sempurna.
Kesempurnaan tersebut seharusnya wajib untuk diyakini oleh Pengadilan karena akta otentik dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum yang dipercayai oleh Negara diberikan berdasarkan tugas kewenangan sesuai UU, sama halnya seperti hakim dalam keputusan yang putusan mana berkekuatan hukum tetap (in-kracht van gewijsde).
JIKA AKTA NOTARIS DIPERSOALKAN, SEHARUSNYA BUKAN NOTARIS DIJADIKAN TARGET KESALAHAN
- “Coba Saya Bertanya Kepada Saudara Jika Hakim Keputusannya Tidak Dipercaya Atau Bahkan Tidak Dianggap (Tidak Dipeduli Atau Diabaikan) Karena Para Pihak Tidak Puas, Lalu Banding, Apakah Hakimnya (Si Hakim Pembuat Keputusan) Yang Diperiksa Di Pengadilan Tingkat Banding…?” (Widi Handoko, 2020)
- Makna “Akta Notaris Sebagai Akta Otentik Yang Mempunyai Pembuktian Sempurna” Artinya Bahwa Dengan Bukti Akta Notaris Tersebut, Tidak Dibutuhkan Bukti Atau Keterangan Lain Kecuali Sebatas Penegasan Oleh Notaris Yang Bersangkutan Benar Atau Tidaknya Akta Tersebut Telah Dibuatnya (Diterbitkan Salinannya) Itupun Jika Dibutuhkan Karena Ada Keraguan Tentang Keaslian Akta.
- Bukan seperti yang terjadi dalam praktik penegakan hukum saat ini, bahwa akta otentik sebagai alat bukti sempurna digeser kearah bukti saksi Notaris dan didegradasi seperti akta di bawah tangan. “akta otentik tidak diperlukan keterangan saksi notaris sebagai pejabat yang diberi tugas oleh UU, sebab akta otentik sebagai alat bukti sempurna dan hal itu dilakukan atas perintah UU sesuai bentuk dan prosedur yang ditetapkan oleh UU, lain halnya akta di bawah tangan, masih dibutuhkan keterangan saksi karena kesempurnaan akta di bawah tangan jika para pihak dan saksi memberi penjelasan dan pengakuan atas akta yang telah dibuatnya dan disaksikannya.”
Kejahatan Orang Yang Mengaku Sebagai Notaris, Tidak Dapat Disandingkan Dengan Makna Profesi Notaris. Notaris Yang Kerap Dikriminalisasi, Bahwa Pergeseran Alat Bukti Otentik Sebagai Alat Bukti Yang Sempurna, Ke Arah Bukti Kesaksian Notaris Yang Dipaksakan Untuk Mengakui Memasukan Keterangan Palsu Dalam Aktanya, Pemaksaan Pasal Penipuan, Penggelapan, Bahkan Pemerasan, Dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Profesi Notaris.
Kerap Terjadinya Kriminalisasi Notaris Dimulai Dari Tahap Penyidikan Oleh Kepolisian, tahap Penuntutan Oleh Kejaksaan Dan Tahap Pemeriksaan Oleh Hakim, Terjadi Penyimpangan Dan Tidak Transparansi, Dimana Kondisi Saat Ini Dapat Diduga Masih Sarat Dengan Penekanan (Pressure), Intimidasi, Kriminalisasi.
Dan Jika Itu Terjadi, Maka Sangat Berpotensi Meminggirkan Kebenaran, Keadilan, Kebahagiaan, Dan Kesejahteraan Masyarakat, Khususnya Bagi Notaris Dan Para Pihak Yang Menjadi Korban, Dengan Dalih Saksi, Kemudian Diarahkan Keranah Pelanggaran Hukum Pidana (Memaksakan Kehendak Secara Otoriter Kekuasaan, Notaris Memasukan Keterangan Palsu, Memalsukan Atau Menipu Dan Bahkan Memeras Dan Menggelapkan).
Dan Yang Demikian Itu Sebenarnya Telah Mendegradasi (Mendistorsi) Akta Notaris Sebagai Akta Otentik, seakan Bukan Merupakan Alat Bukti Yang Sempurna.
Perlu Ditegaskan Dengan Asas Kewenangan Unsur Private Dan Administrasi Negara, Sehingga Semua Gugatan Terkait Dengan Akta Notariil Hanya Dapat Dilakukan Pada Kewenangan Hakim PN Untuk Tuntutan Hukum Private (KUH Perdata) Dan Kewenangan Hakim TUN Untuk Tuntutan Hukum Administrasi Negara.
MENELISIK KASUS REKAN NOTARIS NI KETUT NELI ASIH
- Tidak Pernah Dilaporkan Oleh Pelapor. Pengakuan Langsung Sebelum Dan Dalam Persidangan Di PN Denpasar.
- Ditetapkan Sebagai Tersangka Tidak Didampingi Pengacara.
- Ditahan JPU Tidak Boleh Dikunjungi Sesaat Dititipkan Di Lapas
- Surat Permohonan Pengalihan Penahanan Pengda INI Badung Ditolak JPU, Tim Pengda Badung Langsung Menemui JPU.
- Tiba-tiba Ada Tim Investigasi Memeriksa Rekan Notaris Ketut Neli Asih Di Lapas Dan Kemudian Datang Ke Kantornya Memeriksa .
- Melalui Pengwil INI Bali, Langsung Audensi Ke Kanwil Kemenkumham Bali, Meminta Menarik Dan Menghentikan Tim Investigasi Liar Tersebut. Yang Langsung Di Respon Oleh Pak Kakanwil.
MEMBACA KASUS KETUT NELI DIBALIK FAKTA:
- Ada Nuansa Uang Dan Kuasa. Dengan Mengorbankan Rekan Ni Ketut Neli Asih Sebagai Notaris,
- 2 Tahun Pelapor Tidak Mendapatkan Haknya Padahal Sudah Membayar 5 M, Kemudian PPJB Dan Kuasa Jual Dibatalkan, Digunakan Pengalihan Dan Sertipikat Diambil Kembali Oleh Penjual Dan Dijual Lagi Kepada Pihak Lain. Ini Tidak Dikejar Oleh Penyidik, Tapi Diarahkan Bahwa Ketidak hati-hatian Rekan Ketut Neli Menjalankan Jabatan Dan Ada Jejak.
ADA BEBERAPA HAL YANG PERLU JADI PERHATIAN KITA SEMUA:
- Pengikatan jual beli dan Kuasa Jual
- Perjanjian kerjasama pemanfaatan tanah; perlu diperhatikan cara bayar, jangka waktu, klausula batal, yang mesti diingat pasal 1338 ayat 2 KUHPer (Pacta Sunt Servanda).;
- Pernyataan lunas;
- Jaminan; lihat pasal 1131 dan pasa 1132 KUHPer; Jaminan Hak Tanggungan (pasal 1 ayat 1, pasal 4 UU No 4 th 1996;
Berawal dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor:196/Pid.B/2019/PN Dps
- Menyatakan Terdakwa Ketut Neli Asih, S.H., tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “sengaja memberi kesempatan atau sarana dalam tindak pidana penipuan” sebagaimana dalam dakwaan kedua Penuntut Umum;
- Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan;
Lalu Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor: 27/Pid/2019/PT DPS
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 196/Pid.B/2019/PN Dps tanggal 25 April 2019 yang dimohonkan banding tersebut sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut: “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 2 (dua) bulan;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 196/Pid.B/2019/PN Dps
Kemudian Pertimbangan Majelis Hakim pada Peninjauan Kembali yaitu:
- Bahwa sesuai fakta hukum, maka tentang kerugian saksi korban Marhendro Anton Inggriyono yang dirugikan oleh saksi Gunawan Priambodo yang tidak melakukan prestasi/kewajibannya atau Wanprestasi
- Bahwa ada kelalaian Terdakwa dalam proses pembuatan surat kuasa akta jual beli antar para saksi tersebut, maka penyelesaiannya bukan jalur pidana melainkan jalur administratif karena Terdakwa adalah selaku pejabat publik yaitu Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);
- Bahwa dalam penerapan Pasal 56 KUHP tentang “pembantuan” maka proses hukumnya adalah pelaku utama dulu diproses sebagaimana dilaporkan oleh saksi korban, bukan “pembantuan” sebagaimana dalam kasus a quo;
- Bahwa setelah ditelusuri fakta hukumnya dan dianalisa secara yuridis maka ditemukan dakwaan-dakwaan Penuntut Umum yang mendasari putusan judex facti adalah terbukti faktanya tetapi bukan merupakan tindak pidana penipuan ataupun tindak pidana lainnya, atas dasar perbuatan Terdakwa termasuk sebagai pihak yang menjalankan kewenangannya sebagai Notaris/PPAT sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris;
- Bahwa Peninjauan Kembali dari Terdakwa dikabulkan dan Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Denpasar adalah “batal demi hukum”.
PERBEDAAN PENDAPAT (DISSENTING OPINION) PADA PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM
- Bahwa tidak ada bukti baru yang diajukan oleh Pemohon peninjauan kembali yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk membebaskan Terpidana dari dakwaan atau melepaskan Terpidana dari segala tuntutan hukum atau mengurangi pidana yang dijatuhkan terhadap Terpidana dalam perkara
- Bahwa pada saat Terpidana dan para pihak (saksi korban dan saksi Gunawan Priambodo) menandatangani akta kuasa menjual atas tanah yang dimaksud dalam SHGB nomor 7062, SHGB nomor 7062 tidak ada pada Terpidana. Pembuatan akta kuasa menjual tersebut hanya berdasarkan kopi sertifikat Nomor 7062, PPJB dan Kuasa Jual yang dibuat oleh Notaris Putu Trisna Rosilawati
- Bahwa dengan hanya menunjukkan kopi sertifikat tanah dan akta kuasa menjual tanpa menunjukkan aslinya tentu obyek dalam akta kuasa menjual menjadi tidak jelas tanahnya, jika transaksi atau pembuatan akta tidak jelas keberadaannya seharusnya Terpidana menolak atau menunda hingga SHGB Nomor 7062.
PUTUSAN MAJELIS HAKIM
MENGADILI
- Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali Terpidana KETUT NELI ASIH, S.H., tersebut;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 27/Pid/2019/PT DPS tanggal 27 Juni 2019 tersebut
MENGADILI SENDIRI
- Menyatakan Terpidana KETUT NELI ASIH, S.H., terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana;
- Melepaskan Terpidana tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging);
- Memulihkan hak Terpidana dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
INSTROPEKSI
JANGAN ADA CASE YANG MENIMPA LAGI SEPERTI DIALAMI KETUT NELI ASIH
- Menjalankan jabatan dengah amanah dan bermartabat Notaris wajib memastikan perbuatan / tindakkan hukum yang dilakukan para pihak dilakukan di hadapan kita selaku Notaris , dengan itikad baik, bukan itikad buruk; bisa mengetahui dan patut menduga adanya itikad tidak baik dan berani menolak membuat aktanya.
- Semua aspek prosedur kewenangan dan substansi, obyek telah dipenuhi, pajak telah tervalidasi jika obyeknya peralihan tanah.
PESAN PENTING
- Perlu keberanian dan kekuatan mental melawan kriminalisasi kepada kita selaku Notaris.
- Jangan pernah abai dengan panggilan penyidik, jangan panik dan dibutuhkan keterbukaan kepada pengda, pengwil .
- yang tentu dibutuhkan soliditas, dibutuhkan empati dan bantuan bukan hanya keprihatinan disaat rekan kita kesandung atau disandungkan masalah hukum.
- Perkumpulan harus hadir membela dan menjaga harkat martabat jabatan Notaris tanpa pandang bulu, kenal ataupun tidak kita kepada rekan yang kena masalah hukum.