halonotariat.id – Sebagai Notaris dan PPAT yang berkesempatan ikut serta dalam studi banding sistem hukum kontrak di Belanda dan Belgia bersama Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) yang dipimpin oleh Prof. Sogar Simamora,(3-8 Mei 2025), Ketua Pengurus Wilayah Jawa Timur (Pengwil Jatim) Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Dr. Sriwahyu Jatmikowati, melihat lima alasan strategis mengapa kegiatan ini krusial bagi profesi Notaris dan PPAT di Indonesia.
Diantaranya :
1. Meningkatkan Kompetensi Profesional
Dengan memahami pendekatan kontrak di berbagai sistem hukum, notaris dan PPAT dapat memperluas wawasan dan meningkatkan kemampuan analisis terhadap perjanjian yang semakin kompleks.
2. Menyesuaikan dengan Tren Globalisasi
Di era kontrak lintas batas (cross-border contracts), notaris dan PPAT harus menguasai prinsip serta standar internasional agar dokumen yang disusun dan disahkan sah berlaku di berbagai yurisdiksi.
3. Mengantisipasi Perkembangan Investasi Asing dan Bisnis Internasional
Saat investor asing masuk ke Indonesia, atau perusahaan Indonesia bertransaksi ke luar negeri, notaris dituntut untuk mampu memahami struktur kontrak dari berbagai negara demi melindungi kepentingan hukum para pihak. Demikian juga dengan PPAT terkait investasi asing terkait lahan dan pertahanan di Indonesia.
4. Memperkuat Harmonisasi dan Reformasi Hukum Nasional
Melalui studi banding ini, kita dapat mengidentifikasi praktik-praktik terbaik yang bisa dijadikan referensi untuk pembaruan hukum kontrak di Indonesia agar lebih adaptif dan relevan.
5. Meningkatkan Integritas dan Etika Profesi
Negara-negara yang dikunjungi memiliki sistem etika dan akuntabilitas profesi yang kuat. Hal ini bisa menjadi inspirasi untuk memperkuat budaya profesionalisme dan kepercayaan publik terhadap notaris dan PPAT di Indonesia.
“Studi banding ini bukan hanya membuka cakrawala baru, tetapi juga menjadi langkah konkret dalam mendorong pembaruan hukum dan peningkatan kualitas layanan kenotariatan dan PPAT di Indonesia,” tuturnya.
Sedangkan Ami Raditya, Mahasiswa S3 Ilmu Hukum Universitas Airlangga yang turut serta juga hadir mengatakan dirinya mendapatkan wawasan mendalam mengenai implementasi e-Notary yang terintegrasi dengan infrastruktur digital nasional.
“Di kedua negara tersebut, proses pembuatan dan penandatanganan akta otentik telah didukung oleh sertifikat elektronik berbasis Public Key Infrastructure, sehingga mempercepat alur layanan sekaligus menjaga keabsahan dan keamanan dokumen,” ungkap Ami.
Pengalaman lapangan ini menegaskannya akan pentingnya pasal-pasal e-Notary dalam rancangan regulasi kenotariatan di Indonesia.
“Saya melihat perlunya standardisasi Notaris berbasis elektronik (e-Notary) dan pembaruan kurikulum pendidikan notaris agar para praktisi siap mengoperasikan platform digital. Kemudian pembaharuan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) untuk mengakomodir e-Notary. Dengan demikian, kita dapat meningkatkan efisiensi layanan, memperluas akses bagi masyarakat di seluruh wilayah, dan memperkuat kepastian hukum menjadikan profesi notaris lebih responsif terhadap kebutuhan era digital,” pungkasnya. (den/red)