Opini, halonotariat.id – Kode Etik Notaris adalah kaidah moral yang mengatur perilaku notaris dalam menjalankan tugasnya. Dan Kode etik ini ditetapkan oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI), dengan tujuan untuk memastikan notaris memberikan pelayanan berkualitas tinggi dan terpercaya, juga mencerminkan integritas dan tanggung jawab notaris.
Menurut Dr. Miando P. Parapat, SH., MHum., Daya kerja prinsip transparansi dan akuntabilitas (keterbukaan dan pertanggungjawaban) dalam praktik penegakan Kode Etik Notaris (KEN) dan Etik Perilaku Notaris di UUJN sangat lemah, mengingat kultur ewuh pakewuh
Dikutip dari Antara, Ewuh pakewuh berasal dari bahasa sangsekerta. Ewuh yang berarti repot dan pakewuh memiliki arti tidak enak perasaan. Namun budaya ewuh pakewuh yang merupakan budaya khas ketimuran, sering dianggap sebagai perilaku yang menghormati sikap orang lain, menoleransi perbedaan pandangan dan sikap karena perasaan tidak enak berkonfrontasi dengan pihak lain atau tidak ingin mempermalukan orang di hadapan orang lain.
“Misal INI cenderung bersifat melindungi Tuan/Nyonya A yang bersangkutan (ybs) atau hanya melindungi teman-temannya, sehingga INI tidak sungguh-sungguh menegakkan KEN dan/atau Etik Profesi/Etik Perilaku yang tercantum dalam UUJN, dibandingkan dengan upaya untuk memenuhi keluhan/tuntutan Klien atas mal-praktik Notaris ybs,” ungkapnya.
Ditambahkannya lagi bahwa dalam praktik, memunculkan arus jeram yang sama sekali tidak dapat ditebak alirannya, yang mengalirkan tuntutan Klien tentang pertanggung jawaban Notaris melalui jalur yang disebutnya “arus air jeram pendekatan Kriminalisasi”. Lalu kemudian atas derasnya arus air jeram tersebut ramai-ramai para Notaris melakukan pembendungan arus air.
Apakah ada kaitannya atas rendahnya daya kerja prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan etik profesi dan etik perilaku menjadi sebab yang melahirkan arus liar “praktik kriminalisasi Notaris” sebagai akibat?
“Menukil pandangan Prof Jimly Asshiddiqie, dalam buku “Peradilan Etik dan Etika Konstitusi”, hlm 92-93, dinyatakan bahwa jikalau etika profesi berjalan efektif, Dan mekanisme penegakan kode etik berfungsi secara baik, berbasis prinsip transparansi dan prinsip akuntabilitas, niscaya kriminalisasi itu sama sekali tidak diperlukan,” jawabnya.